Assalamu'alaikum wr.wb..
Berikut ini bukanlah cerpen dan bukan puisi..
Melainkan hanyalah halusinasi dan imajinasi gurisan hati dari jiwa yang tersakiti..
Aiiihhhh... Lebay amat siiihh....
Udah....makan dulu sana…
Tuch ada sayur asem rasa soto....
Gimana rasanya ya,, Sayur asem rasa soto..??
Ahhh... Namanya juga orang lagi galao…haha
Foto: Bella / editing: Djacka |
Judul: Senyum Purnama Di Bukit Luka- Penulis: Djacka Artub
Tiada menorehkan senyuman seperti hari-hari yang lalu.
Hati telah teriris, terkoyak semburat oleh pisau berkarat.
Tapi aku harus kuat.
Ya... Aku harus kuat dan mengikhlaskan segalanya..
Namun tanpa kusadari, air mataku menetes jua.
Air mata tentang asa cinta yang telah pergi, tertumpah menggenang di antara nganga luka.
Ahh ... Cinta ini memang misteri.
Tak satupun yang mengerti makna cinta ini.
Kecuali, gumpalan hati yang suci.
Tuhan.....
Kutatap atap langit-Mu yang mengurung seluruh isi alam..
Ku tatap sisa kabut senja yang mulai memudar, terbawa arus sang bayu malam..
Masih terlintas jelas dalam ingatan saat terakhir kali rindu berlabuh dalam tangis senja..
Sebuah penantian yang berakhir di bawah derai hujan.
Saat jejak langkah mulai lelah, berbalut duka dan lara ku berpasrah...
Pada kelam malam ku terdiam,, bersimpuh ku pinta pada Tuhan.. Berharap pada suatu sudut malamku, aku dapat menatap taburan bintang...
Berharap setitik terang damaikan jiwa yang kering kerontang..
Dalam lamunan malam,, ku tatap satu cahaya bintang melayang, hadirkan binar terang.... Ku rasakan damai... Ku lepas dahaga dari kering yang meronta...
Dewi malam telah keluar dari peraduannya.
Cahaya purnama mengintip dibalik awan dan bukit... Sementara angin semilir membelai rambut dan menembus rongga dadaku..
"Aduhai bulan purnama... Cahayamu berseri indah mempesona...
Ingin kusentuh indah pesonamu... Berharap tidurku, berselimutkan mimpi atasmu..."
Ahh... Sungguh indah senyum sang purnama...
Semburat senyum purnama, menjulai lunglai permai diantara bukit-bukit luka...
Malam semakin larut
Binar Senyum indah purnama semakin nampak bersinar menerangi carut marut buana dan hati yang kalut.
Akankah senyum purnama di malam ini akan segera sirna, seperti senja yang tenggelam dalam kelam malam?
Sedang langkah sang kelana tak jua punah
Menapaki setiap sudut buana tanpa jengah.
Ah ... Kenapa aku harus selalu memikirkan senyum purnama itu.
Sedangkan belum tentu senyumnya untukku.
Namun seandainya senyum itu memang untukku, haruskah aku menjawab senyum itu?
Ohh ... Tidak.
Aku tak boleh berpikir jika senyum itu untukku.
Biarlah di sudut jagat sang kelana tetap terdiam
Terbuai malam yang kelam.
Seolah asanya telah padam bersama senyum purnama yang berlalu di antara luka yang kian membukit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar