Assalamu'alaikum Wr. Wb
Sebelumnya saya sebagai admin tunggal arektuban.com, Mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. Dan mohon maaf kepada seluruh pembaca semua apa bila ada salah kata dalam lisan maupun tulisan, baik yang saya sengaja maupun yang sudah saya rencanakan. :-D .Sebenarnya ingin juga selalu update cerita baru, tetapi karena faktor kemampetan ide dan inspirasi, maka pada kesempatan online kali ini saya akan melanjutkan cerbung lama yang mungkin para pembaca sudah lupa dengan alur sebelumnya.
PERHATIAN: Cerita di bawah ini hanyalah sebuah cerita komedi untuk hiburan semata. Mohon maaf jika ada adegan dan penulisan yang kurang sopan.
Dalam Mission Of The-Les Kebes 3 ( bagian 6 ) yang lalu, pak MD tertunduk lesu setelah mendengar sahabatnya yang sudah renta terpeleset di sungai saat mengais rizeki memungut kaleng-kaleng bekas, dan akhirnya pak MD bertemu dengan Pak Ktnoz dan pak Kay. Mereka bersama-sama mencari pemulung tua itu dengan dibantu sepasang suami istri yang ternyata dulunya adalah anak buah dari pemulung itu saat melakukan misi penyelamatan.
Nah, seperti apa kelanjutan cerita pada bagian keenam tersebut?
Yukk, kita intipin mereka dalam Mission Of The-Les Kebes 3, bag.7. di bawah ini.
Namun sebelumnya jangan lupa juga untuk membaca cerita-cerita sebelumnya dalam Mission of The-Les Kebes 1 dan Mission of The-Les Kebes 2.
MISSION OF THE-LES KEBES 3
(Misi Basah Kuyup)
Bag.7
(Misi Basah Kuyup)
Bag.7
Udara masih dingin. Mega menggantungkan manja di antara rona jingga sang fajar. Namun misi pencarian harus segera dilaksanakan. Setelah makan pagi, tim penyelamat itu kembali bergabung dan berangkat ke sungai untuk mencari pemimpin mereka yang hilang. Dengan peralatan seadanya, mereka menyisir bibir-bibir sungai yang penuh dengan sampah dan kotoran. Tanpa terasa oleh mereka, matahari sudah nampak menjulang tinggi. Namun misi belum juga berhasil.*
Sebuah mobil tua berhenti di depan bengkel Pak Kay. Namun hingga se-siang itu, bengkel tersebut masih tutup. Warung kopi yang di sebelahnya juga masih sepi dan kosong tak berpenghuni. "Kemana ya, mereka?" Gumam Latifa yang saat itu pergi ke kota diantar Baim untuk menemui Pak Kay dan Pak Ktnoz, yang selanjutnya datang ke pasar untuk menemui Pak Djack. Turut juga Mak Rini dan Salman dalam rombongan itu.
"Itu, kan, mobilnya Pak Dhe." Ujar Baim penasaran, "terus, kemana Pak Dhe dan Bu Dhe? Kenapa mobilnya terparkir di sini?" Gumamnya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab oleh Latifa dan Salman, apa lagi Mak Rini.
Kemudian ia turun dari mobilnya, lalu bertanya pada salah seorang dari rombongan yang berbondong-bondong dari arah sungai. "Apa yang sedang terjadi di sini, Pak?" Tanya Baim sambil menahan tangisnya.
"Katanya ada kakek-kakek yang hanyut di sungai, Mas." Jawab seorang Bapak yang ditanyainya.
Meski Baim suka jail terhadap orang lain, tapi ia masih suka nangis jika melihat orang yang terkena musibah. Apa lagi di situ ada mobil Pakdhe-nya yang terparkir tanpa tuan. Kemudian ia kembali ke mobilnya dengan raut muka pucat.
"Sebenarnya ada apa sih?" Tanya Latifa heran. "Kok pucat?"
"Mungkin dia anemia." Sergah Salman sambil cekikian.
Tanpa menghiraukan pertanyaan dari Latifa dan gurauan Salman, Baim berlari ke arah jembatan untuk melihat situasi yang ada di sungai. Setelah sampai di jembatan, ia melongok ke bawah dengan kakinya yang sebelah dinaikkan pada pagar pembatas jembatan. Latifa yang mengetahui hal itu, ia langsung turun dari mobil dan diikuti oleh Salman. Sementara Mak Rini masih tertinggal di dalam mobil dan tidak bisa membuka pintunya karena setelah Latifa dan Salman turun, tanpa sadar Salman menutup pintu mobil dengan keras. Sehingga Mak Rini kesulitan untuk membukanya karena terkunci.
"Woyy...!! Dasar anak gemblung!" Mak Rini berteriak dengan kepala melongok keluar melalui kaca yang terbuka. Karena teriakannya tidak dihiraukan oleh Salman dan Latifa, ia mencoba menendang-nendang pintu mobil tersebut hingga reumatiknya kumat. Akhirnya Mak Rini menyerah di antara rasa nyeri reumatik.
Di atas jembatan, Salman dengan sigap menarik tubuh Baim dari bibir jembatan itu. Baim pun terpelanting ke tengah jalan dan hampir saja ia tertabrak becak yang sedang lewat. "Woyy..! Mau akrobat ya?" Teriak bapak pengemudi becak itu dengan nada tinggi.
Baim yang merasa takut kehilangan Pakdhe sama Budhe-nya, ia bukannya menyingkir dari tengah-tengah jalan, tetapi justru berguling-guling sambil terus menyebut nama Pakdhe dan juga Budhe-nya.
"Pakdhe ... Budhe... Jangan tinggalin A'im... Huwaaaa..." Teriak Baim yang disertai suara serak tangisannya.
"Cup, cup, cup... Baim sayang ... Jangan nangis lagi ya. Nih permen". Hibur Salman dengan mengulurkan sebutir permen yang baru saja dikeluarkan dari mulutnya.
Baim pun segera bangkit dan mendorong Salman yang akan memasukkan permen sisa ke mulutnya yang menganga. "Huweeekk...! Jorok..!" Teriak Baim, kemudian ia berlari ke arah Latifa dan mengusap-usapkan wajahnya yang basah oleh air mata, ke baju Latifa.
"PLAAKKK...!" Sebuah tamparan tangan Latifa mendarat di wajah Baim.**
Dari bibir sungai, Pak Kay melihat keributan yang terjadi di atas jembatan. Ia pun memberitahu dokter Agus yang saat itu berada didekatnya.
"Itu sepertinya si Baim? Tapi ribut sama siapa, dia?" Gumam dokter Agus.
"Sepertinya gadis itu Latifa. Dan pemuda yang berdiri di belakangnya itu mungkin adiknya." Sahut Pak Kay.
"Adik?" Dokter Agus bertanya penasaran karena yang ia tahu, Latifa tidak mempunyai seorang adik.
"Iya, Dok. Soalnya seminggu yang lalu mereka juga berdua saat datang."
"Suaminya, mungkin. Soalnya Latifa, 'kan, tidak memiliki seorang adik." ujar dokter Agus.
"Oh, iya ya.. Saya lupa." Dengan menepuk jidat, Pak Kay membenarkan perkataan dokter Agus. "Tapi kalau suaminya,... Kok masih imut gitu, ya." Lanjutnya dengan mengerutkan dahi.
Karena penasaran dengan apa yang sedang terjadi, mereka berdua sepakat untuk mendatangi keributan di atas jembatan. Sementara dokter Lisa dan yang lainnya masih menyusuri bibir-bibir sungai untuk mencari Pak Djack yang kemarin terpeleset ke sungai itu. Sesampainya di tempat keributan, dokter Agus segera menenangkan Baim, keponakannya. "Baim... Ada apa sih, ribut-ribut?"
"Hah! Pakdhe...?" teriak Baim setelah mengetahui Pakdhenya datang. "Apa yang terjadi sama Budhe, Pakdhe? Huwaaa..." Baim kembali histeris setelah mengetahui Pakdhenya datang tanpa Budhe Lisa.
"PLAAKK... PLAAKK..." Dokter Agus menampar pipi Baim, berututan kanan-kiri, agar keponakannya itu sadar dari ngigaunya. "Itu Budhe Lisa ada di bawah." Ujar dokter Agus kemudian, setelah Baim tersadar.
"Bapak ini dokter Agus?" Tanya Latifa, "Terus, dokter Lisa kok bisa bersama Bapak?" Latifa masih bertanya heran tentang apa hubungan dokter Agus dan dokter Lisa, dan siapa sebenarnya si Baim.
"Kamu Latifa, 'kan?" Dokter Agus bertanya balik, "terus, nenek kamu di mana?"
"Iya, Pak. Saya Latifa, cucunya Mak Rini." Jawab Latifa, "Nenek saya ada di dalam mobil Mas Baim, tuch." Lanjut Latifa sambil menunjuk ke arah mobil tua yang terparkir di samping mobilnya dokter Agus.
Tanpa menunggu yang lain berkumpul, dokter Agus segera mengajak Latifa untuk menemui Mak Rini. Pak Kay, Salman dan Baim mengikuti di belakangnya. Dan betapa terkagetnya Latifa, setelah mengetahui neneknya meringkuk kesakitan di dalam mobil. Ia menjerit meminta dokter Agus untuk segera menolong neneknya. Kemudian dokter Agus segera menyuruh Baim untuk membuka pintu mobil yang terkunci. Dengan gugup, Baim merogoh kunci mobil di sakunya. Namun ia tak menemukan apa-apa di saku. Ia baru tersadar kalau kunci yang ia kantongi terjatuh ke sungai saat dirinya mencoba memanjat pagar jembatan. Kemudian dengan keahlian yang dimiliki, Pak Kay mengambil sesuatu di dalam bengkelnya untuk mencongkel pintu mobil yang sudah karatan itu.
Akhirnya kerja keras Pak Kay membuahkan hasil. Pintu mobil terbuka, dan Mak Rini pun berhasil diangkat keluar.
BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar