PERHATIAN: Cerita di bawah ini hanyalah sebuah cerita konyol untuk hiburan semata. Mohon maaf jika ada adegan dan penulisan yang kurang sopan.
Dalam Mission Of The-Les Kebes 3 ( bagian 7 ) yang telah terbit beberapa bulan yang lalu, karena kecerobohan Latifa dan Salman, Mak Rini terkunci di dalam mobil. Ia berusaha membuka pintu mobil dengan cara menendang dengan kakinya. Namun karena keadaan tubuh yang sudah renta, akhirnya mak Rini harus meringis kesakitan karena reumatiknya kumat. Dan semua itu berawal dari tingkah Baim yang nangis gulung-gulung di atas jembatan, seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.
Nah, seperti apa kelanjutan cerita pada bagian ketujuh tersebut?
Yukk, kita intipin mereka dalam Mission Of The-Les Kebes 3, bag.8. di bawah ini.
Namun sebelumnya jangan lupa juga untuk membaca cerita-cerita sebelumnya dalam Mission of The-Les Kebes 1 dan Mission of The-Les Kebes 2.
MISSION OF THE-LES KEBES 3
(Misi Basah Kuyup)
Bag.8
(Misi Basah Kuyup)
Bag.8
Dengan gugup, Baim merogoh kunci mobil di sakunya. Namun tak menemukan apa-apa. Ia baru tersadar kalau kunci yang ia kantongi terjatuh ke sungai saat dirinya mencoba memanjat pagar jembatan. Kemudian dengan keahlian yang dimiliki, Pak Kay mengambil sesuatu di dalam bengkelnya untuk mencongkel pintu mobil yang sudah karatan itu. Akhirnya kerja keras Pak Kay membuahkan hasil. Pintu mobil terbuka, dan Mak Rini pun berhasil diangkat keluar.
"Dasar anak-anak gemblung!" Umpat Mak Rini, "Aduh. Duh.. Duhh.." ia mengaduh kesakitan oleh reumatiknya.
Latifa terlihat sangat khawatir dengan keadaan neneknya. Ia melotot ke arah Baim, dan "PLAAKK...!" Lagi-lagi Baim mendapatkan hadiah tamparan gratis. "Ini semua gara-gara kamu!" Bentak Latifa sambil mendorong tubuh si Baim hingga terjerembab.
Salman hanya bisa cekikikan melihat Baim jatuh dengan posisi terlentang. Dan karena tidak terima ia ditertawakan, Baim menjegal kaki Salman, hingga Salman pun terjatuh.
Sementara dokter Agus hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah anak-anak konyol itu.
Di tengah-tengah keributan antara Latifa, Salman, dan Baim, rombongan dokter Lisa bersama Pak Ktnoz dan Pak MDn, datang menghampiri. Dokter Lisa terkaget melihat Mak Rini meringis kesakitan. Ia pun ingin bertanya dengan apa yang terjadi. Namun belum sempat dokter Lisa mengucap tanya, Baim segera meraih tangan dokter Lisa dan melonjak kegirangan karena tidak terjadi apa-apa pada Budhenya.
Dalam pertemuan itu, mereka 'pun bercerita panjang lebar dan menjelaskan segalanya. Akhirnya Mak Rini dan Latifa kembali bertemu dengan orang-orang yang dulu sangat berjasa itu. Tetapi masih ada yang kurang. Kapten Djack.
Ya.Kapten Djack yang dikabarkan terpeleset ke sungai dan belum diketemukan hingga hampir 24 jam pencarian itu membuat Latifa masih merasa pertemuan itu belum lengkap.
"Sebenarnya saya sudah lama ingin bertemu dengan Mak Rini dan Latifa. Tapi karena kesibukan, saya menyuruh keponakan saya ini untuk mencari keberadaan Mak Rini dan Latifa." Kata dokter Lisa sambil memegang bahu si Baim. "Jadi ... ?" Latifa tidak meneruskan kata-katanya. Ia melotot ke arah Baim, lalu memandang wajah dokter Lisa.
"Benar, Tifa." Sahut dokter Agus, "Baim ini memang keponakan kami. Dan sudah lima bulan yang lalu kami menyuruhnya untuk mencari keberadaan kalian."
"Dasar gemblung.!" Celetuk Latifa.
"Memangnya ada apa, Tifa?" Dengan lembut, dokter Lisa bertanya, apa yang sebenarnya terjadi.
"Eh,. ee ... enggak, Dok." Dengan sedikit menutupi perilaku Baim kepadanya, Latifa menjawab pertanyaan dokter Lisa. "Sebenarnya saya sudah lama kenal sama Mas Baim. Tapi Mas Baim tidak pernah cerita kalau dia ini keponakan dokter Agus dan dokter Lisa".
Melihat gelagat Latifa yang terlihat menyembunyikan sesuatu, dokter Lisa 'pun akhirnya bertanya pada Baim. "Sebenarnya ada apa, Im? Kenapa kamu tidak berterus terang terhadap Latifa dan Mak Rini?"
"Lalu, kenapa pula kamu tidak bercerita kalau sudah mengenal Latifa?" Dokter Agus turut serta menginterogasi Baim.
"Ceritanya begini, Pakdhe, Budhe ... Sebenarnya Baim sudah mengetahui tentang semuanya. Tapi kalau saya berterus terang sejak awal, nanti cerita ini tidak akan panjang. Kalau ceritanya panjang, 'kan bisa bersambung sampai beberapa episode." Baim menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal.
"Oalaahhh ... Pancen gemblung tenan kowe, Leee..." Dengan logat jawa yang khas dan kental, dokter Lisa menjewer kuping Baim hingga membuatnya meringis kesakitan.
Di tengah ketegangan suasana, Pak MDn yang merasa gemes dengan tingkah si Baim, akhirnya ia melumuri muka Latifa dengan lumpur sungai yang masih menempel di tangannya. "HUWAAAA.... Yang salah dia, Paaakkk.... Bukan saya..!" Latifa menangis histeris sambil menunjuk Baim.
"Eh, maaf, Non. Saya salah orang.hihihi..." Dengan menyembunyikan mukanya di balik spion mobil, Pak MDn meminta maaf pada Latifa yang belepotan lumpur (blethokan) sungai.
Dokter Agus, dokter Lisa, Mak Rini dan yang lainnya domblong; bengong melihat ulah Pak MDn.
Baim tertawa cekikikan melihat muka Latifa belepot lumpur seperti penggali sumur. Salman yang tidak tega dengan Latifa, ia segera melepas kaos yang dipakainya. Ia pun membersihkan lumpur-lumpur yang menempel di wajah Latifa. Dengan lembut, ia mengusap wajah Latifa.
Sesaat tangan Salman berhenti bergerak. Layaknya adegan sebuah film, Latifa memegang tangan Salman.
Dengan burai linang air mata yang menetes, membasah mengaliri sisa-sisa lumpur di wajah, Latifa menatap wajah Salman. Di antara isak tangisnya, ia pun berkata pada salman, "hikz ... Kaosmu bau keringat."
Lagi-lagi Baim dibuat tertawa terpingkal-pingkal melihat adegan-adegan konyol itu. Tanpa disadarinya, tiba-tiba matanya gelap. Ia tak dapat melihat apa-apa karena wajahnya tertutup kaos yang dilemparkan Salman. Perasaan ingin me- muntahkan amarah pun menjalari hati Baim. Namun belum sempat ia mengucap sepatah kata pada Salman, ia mendengar sebuah paduan suara serempak dari arah sekitar. "KAPOOOOKKKKK....!"
Di antara kedongkolan hati yang mengguncang jiwa dan perasaan, Baim melangkahkan kaki, menjauh beberapa meter dari kerumunan masa yang mengumpatnya. Ia duduk di bawah pohon besar di tepi jalan. Dengan tatapan kosong yang mengundang niat untuk bunuh ulat yang berjalan merambat di jidat, Baim memungut sepotong ranting kecil yang tergeletak disampingnya. "Dasar ulat sialan!" umpatnya sambil memukul ulat kecil di jidatnya. Ulat itu pun menggelepar jatuh ke tanah.
"Cieeee.... Udah gede, sama ulat kecil aja takut. Hahaha...!" Umpat lelaki tua yang dibarengi tawa segerombolan anak kecil yang membantu lelaki itu membawa karung lusuhnya.
"Siapa sih, loe?" Tanya Baim.
"Dia adalah kapten Djack!" Jawab serempak anak-anak.
"HAAAHH...!! KAPTEN DJACK..?!" Kompak serempak teriak dari beberapa rekan seperjuangan kapten Djack yang berkumpul untuk mencarinya itu.
"Eh, eh, eh.... Bukannya ... kemarin kalian memberitahuku kalau kapten Djack terpeleset ke sungai? Kenapa sekarang malah bersama kalian?" Pak MDn geram. Ia memarahi anak-anak yang bersama kapten Djack. "Kalian tahu? Sehari semalam kami tidak bisa tidur karena mencari kapten Djack di dalam sungai!"
"Yeee... Kenapa menyalahkan kami, Pak? Bapak sendiri yang terlalu buru-buru. Kami 'kan, kemarin cuma bilang kalau Kapten Djack terpeleset. Dan belum sempat menjelaskannya, Bapak sudah keburu lari."
"Mission of The-Les Kebes. Misi basah kuyup untuk sebuah rasa kemanusiaan. Tidak mengenal lelah dan bahaya, malam-malam kalian rela nyebur ke sungai. Saya mengagumi kalian." Dengan terkekeh, Kapten Djack mengagumi perjuangan rekan-rekannya itu. Sesaat setelah ia mengungkapkan kekagumannya, perlahan Kapten Djack diam, bersandar dan menutup mata.
"KAPTEN DJACK..!!" Teriak dan tangis histeris anak-anak memanggil nama kapten Djack yang diam tak bergerak dengan mata terpejam. Mereka takut kehilangan sosok kapten Djack. Kapten Djack sangat dekat dengan anak-anak, dan selalu memberi semangat belajar demi masa depan.
Mak Rini, Latifa, Dokter Agus, Dokter Lisa, serta Pak Ktnoz dan Pak Kay, serta semua yang ada di tempat itu tak dapat menyembunyikan kesedihannya. Mereka terdiam dengan mata berlinang. Anak-anak masih menangis dan berteriak memanggil nama Kapten Djack. Digoyang-goyangkannya tubuh kurus kapten Djack yang terdiam. "Kapten Djack jangan tinggalin kami... Huwaaaa...!!" suara tangis anak-anak membuat haru setiap mata yang menyaksikan.
"NGHEEENNNGGG.... SEEETTTT...!" Sebuah mobil alpard warna hitam, menepi dan berhenti di samping kerumunan. "Tolong Pak Nana periksa. Ada kejadian apa di situ." Kata seseorang berbadan tegap dengan tampang menawan yang duduk di bangku belakang.
"Siap, Pak!" Jawab Pak Nana.
BERSAMBUNG...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar