- Cerita di bawah ini mengisahkan tentang perjalanan cinta Admin seorang prajurit, di mana ia terjerat cinta seorang gadis saat ia bertugas di daerah lain.
Ilustrasi diperankan oleh model MWB :-D .
Nama-nama tokoh sudah mendapat persetujuan dari yang bersangkutan.
Certia Sebelumnya
JERAT PELANGI DI TANAH ANARKI - Bag 1.
Di depan cermin, seorang wanita muda tersenyum bahagia sambil memegang perutnya. "Mas Fariz pasti sangat senang mendengar kabar ini." Dengan tersenyum, wanita itu berkata dalam hati. Ia tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, karena akan hadirnya si kecil yang akan menyempurnakan kebahagiaan dalam pernikahannya.
"KRIIINNGGG...." Dering telephone membuyarkan hayalan Nadia. "Pasti dari Mas Fariz." Gumamnya, lalu ia buru-buru menjawab panggilan telephone itu.
"Selamat, ya.." Suara seorang wanita terdengar dari telephone.
"Ah, ternyata kamu, Des," jawab Nadia dengan nada agak kecewa, karena yang telephone malam itu bukan suaminya, Fariz, melainkan si Desi, sahabatnya. "Ada apa malam-malam telephone.? Lanjutnya bertanya.
"Perasaanku tiba-tiba kok nggak enak ya, Nad," dengan nada kekhawatiran, Desi mengungkapkan kegelisahannya malam itu pada Nadia.
"Mungkin dia yang di sana juga sedang memikirkanmu. Atau ... Jangan-jangan Hanif di sana punya pacar baru.?" Goda Nadia pada Desi yang sedang gelisah. "Udah... Gak usah diambil hati.. Mungkin saja Hanif sedang merindukanmu." Tambah Nadia menghibur.
Candaan Nadia sedikit mengurangi kegelisahan di hati Desi. Meskipun ada sedikit rasa dongkol di hati Desi, namun ia memaklumi kata-kata sahabtanya itu. Karena ia tahu persis kebiasaan Nadia sejak SMA, yang suka menakut-nakuti temannya yang sedang gelisah.
Malam itu, mereka ngobrol ngalor-ngidul membicarakan hubungan masing-masing dengan orang terkasihnya.
Tiba-tiba, "PRAAANGGG..." Sesuatu terjatuh dan mengagetkan Nadia.
"Ya Allah ... Apa yang terjadi sama Mas Fariz,? Selamatkan dan lindungilah dia dalam tugasnya di sana." Keluh Nadia Sambil memunguti pecahan kaca dari pigora foto pernikahannya yang tiba-tiba terjatuh.
"Ada apa, Nad.?" Tanya Desi. Namun tak ada jawaban dari Nadia. Yang terdengar hanya isak tangis Nadia yang selalu menyebut nama suaminya.
"Nad, ada apa, Nad,? Nadia,! Jawab, Nad.!" Tanya Desi semakin khawatir.
Rasa kekhawatiran kembali menyelimuti hati Desi. Ia semakin merasa khawatir dengan keselamatan Hanif yang sedang bertugas bersama Fariz. "Ada apa dengan mereka yang di sana, Ya Allah.."
Gelisah dan rasa kekhawatiran seketika menggantikan keceriaan Nadia dan Desi. Canda tawa terganti oleh tetesan air mata kesedihan.
*****
"Katakan.! Di mana markas kalian.!" Bentak seorang pria dengan tubuh tinggi besar pada Fariz, Hanif dan Bilal. Darah segar mengucur deras dari beberapa bagian tubuh ketiga tawanan itu. Semakin ketiganya tidak menjawab pertanyaan dan interogasi musuh, semakin keji pula penyiksaan yang diterima ketiganya.
Pukulan, tendangan, bahkan sengatan aliran listrik kerap diterimanya saat mereka hanya terdiam ketika diinterogasi.
"Hentikan.!" Seru seorang gadis pada lima algojo yang menginterogasi Fariz, Hanif dan Bilal. "Silahkan kalian keluar.! Biar saya yang menangani." Lanjutnya.
Kelima algojo itu pun segera keluar ruangan meninggalkan ketiga tawanan perang itu.
"Silahkan dimakan ini." Perintah gadis itu pada ketiga tawanannya seraya mengulurkan beberapa potong roti dari balik bajunya setelah keadaan aman.
"Heh,! kamu kira kami akan termakan oleh rayuanmu, dan mengatakan di mana markas kami, setelah kami memakan roti kebusukanmu.? Tidak akan.! Kami tidak akan membunuh ratusan teman kami, hanya karena sepotong roti.!" Tegas Bilal.
"Terserah kamu mau makan atau tidak! Tapi aku hanya tidak mau melihat penderitaan orang lain.!" Jawab gadis itu tak kalah tegas, kemudian ia segera meninggalkan ruangan. Namun sebelum ia berbalik arah dan melangkahkan kakinya, ia menatap tajam pada Fariz.
Ruangan pengap tanpa lubang udara kembali tertutup. Fariz, Hanif dan Bilal hanya saling pandang menahan rasa sakit.
"Kita makan saja roti ini. Kelihatannya gadis tadi memiliki hati yang tulus." Kata Fariz membuka kebisuan.
"Silahkan saja kalau kamu mau mati.!" Jawab tegas Bilal.
"Apa menurut kamu roti ini beracun,? Kalau memang beracun, setidaknya kita bisa mati tanpa disiksa tiap hari." Sergah Fariz.
"Sepertinya kamu sudah termakan oleh rayuan gadis tadi. Atau jangan-jangan kamu termakan dengan kecantikannya! Hah.!" Bentak Bilal. "Aku sudah mengamati gerak mata kamu saat berpandangan dengan dia.!" Imbuhnya dengan kata-kata lebih keras.
BERSAMBUNG
- Nadia oleh: Ahsana Nadia
- Fariz oleh: Cak Maman
- Desi oleh: Desy Latifa
- Hanif oleh: Hanip Junior
- Bilal oleh: Bilal Maulana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar