Assalamu'alaikum Warokhmatullahi Wabarokaatuh
Selamat bersua kembali, Sobat.Sebelumnya saya mohon maaf atas keterlambatan saya dalam bersilahturahmi, dan mengucapkan Minal aidin wal faidzin pada sobat semua.
Nah, pada kesempatan kali ini, saya hanya akan memposting koleksi kisah pendek dari saya. Sebenarnya kisah ini sudah lama saya tulis, dan mungkin dilihat dari judulnya juga rada-rada ada kemiripan dengan cerita pendek yang pernah aku tulis beberapa waktu yang lalu, yaitu Gita Cinta di Bis Kota
Seperti pada kisah2 yang pernah aku tulis sebelumnya, hampir semua kisah yang aku tulis hanyalah kisah fiksi.
Dan kisah di bawah ini pun hanyalah fiksi, mohon jangan diambil hati. Apalagi dibawa dalam kehidupan sehari-hari. Takutnya kalau hal ini sampai terjadi, nanti lama lama bisa mati bunuh diri. hahaha
Mau tahu seperti apa kisahnya,?
Yuukkk ... Kita simak sendiri-sendiri.. we ka we ka we ka we ka.....
GITA NADA BIS ANTARKOTA
Udara siang semakin meradang, keringat pun mengalir bercucuran. Kubuka kaca jendela bis antarkota yang kutumpangi, agar angin semilir masuk melalui kaca yang terbuka. Sapuan lembut sepoi angin membuat suasana gerah sedikit terkurangi.
Sapuan lembut tiup angin, membuatku perlahan merasa ngantuk. Lalu, kusandarkan kepalaku pada sandaran bangku bis antarkota.
"Ku simak fotomu lekat-lekat seluruh di wajahmu
terpancar di matamu hati yang murni
tergetar diriku ini ketika memegang pena
untukmu kawan ku tuliskan puisiku...
Sahabat pena...
sahabat pena datanglah bayang-bayangmu
Sahabat pena aku cinta padamu
Kepadamu ... hm..hm ..hm.."
Baru saja aku pejamkan mata, aku tergugah dan kembali kubuka mata. Sayup-sayup kudengar syair lagu "Sahabat Pena" yang dilantunkan seorang gadis.
Benar saja, disampingku telah berdiri dua gadis belia dengan membawa gitar. Kedua gadis itu tersenyum melihatku yang terkaget dengan syair lagu yang mereka nyanyikan.
"Kenapa, Mas,? kelihatannya Mas terkaget mendengar lagu tadi.?" tanya salah satu dari mereka.
"Ah, nggak kenapa-kenapa, kok." jawabku.
"Aku cuma suka aja, sama lagu itu. Dan lagi, suaramu juga bagus." Kataku sambil membenarkan dudukku. Namun sepertinya gadis pengamen itu tidak percaya dengan jawabanku. Seakan mereka tahu kalau aku sedang memendam rasa pada sahabat pena-ku.
"Gimana dengan sahabat pena-nya yang sering berbalas puisi di media sosial itu.?" tiba-tiba salah seorang gadis pengamen itu bertanya tentang puisi-puisi yang pernah aku tulis.
Dari obrolan dengan kedua gadis itu, akhirnya aku ketahui kenapa gadis pengamen itu tidak menyanyikan lagu-lagu baru yang sedang hits, seperti yang dinyanyikan pengamen-pengamen lain pada umumnya. Mereka memilih menyanyikan lagu era 80-an, dan lagu itu juga sesuai dengan kisah yang aku alami.
Rupanya kedua gadis pengamen itu memang sengaja menyanyikan lagu "Sahabat Pena", setelah mereka melihatku. Mereka sengaja menyanyikan lagu itu karena mereka pernah mengunjungi website-ku, dan mereka bisa menangkap isi dari coretanku yang aku tujukan untuk sahabat pena-ku.
Gita dan Nada. Itulah nama yang mereka tunjukkan padaku untuk memperkenalkan dirinya. Kedua gadis belia itu dengan candanya, jika mereka bisa sukses masuk dapur rekaman, mereka juga akan tetap berduet dengan nama group Gita Nada. Aku pun mendo'akan semoga bisa tergapai cita-cita mereka untuk sukses menjadi penyanyi terkenal, meskipun mereka berangkat dari menjadi seorang pengamen bis antarkota.
Perlahan bis berhenti disebuah halte. Kedua gadis pengamen itu turun di halte tersebut untuk berpindah pada bis yang lain. Sebelum mereka turun, mereka sempat mengatakan, "Semoga sahabat pena menjadi cinta". Kusambut senyum kata-kata kedua gadis itu, seraya kuucapkan terima kasih.
*******
Tiga tahun telah berlalu...
Aku tumpangi sebuah bis antarkota dengan tujuan kota yang sama saat aku bertemu dengan gadis pengamen yang dulu menyanyikan lagu "Sahabat Pena" pada saat itu. Aku ingin bertemu kembali dengan kedua gadis pengamen itu, dan ingin kukenalkan gadis sahabat pena-ku yang kini telah duduk di sampingku. Namun sudah beberapa kali aku naik bis yang sama, dengan tujuan yang sama dan jam yang sama pula, tak pernah aku temui kedua gadis itu.*
Libur lebaran telah tiba. Aku dan seseorang yang dulu menjadi sahabat pena-ku, kembali naik bis antarkota dengan tujuan kota yang sama lagi.
Dengan memangku bidadari kecilku, aku sandarkan kepala pada sandaran bangku bis. Sementara sahabat pena-ku yang kini telah menjadi istriku, menyandarkan kepalanya di pundakku.
"Biasanya kita selalu bertemu
tak ingin kehilangan waktu berdua
dinginnya udara yang tak biasa
perlahan-lahan menyadarkan bahwa dirimu tak di dekatku..."
Seketika aku mendongakkan kepala. Aku masih ingat betul dengan suara itu. Suara lembut nan merdu, menyanyikan lagu "Jarak Dan Waktu" yang pernah di populerkan oleh D'Masiv.
Secara bersamaan, gadis yang menyanyikan lagu itu melihat kearahku. Perlahan ia mendekat dan terus tetap bernyanyi hingga selesai satu lagu. Kulihat matanya berkaca. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi dibalik lagu yang ia nyanyikan.
"Lho ... Kok cuma sendirian,? temannya mana,?" tanyaku, "Ini sahabat pena-ku yang sekarang telah bersanding denganku." Aku melanjutkan kata-kataku sambil memperkenalkan istriku kepada gadis pengamen itu. Namun ia hanya diam memandangiku.
"Selamat, ya." Katanya singkat.
Aku jadi bertanya-tanya dalam hati, ada apa sebenarnya dengan gadis ini. Istriku yang tadinya tidur, terbangun mendengar percakapanku dengan gadis pengamen itu. Lalu aku katakan pada istriku, "Inilah gadis pengamen yang aku ceritakan pada waktu itu." Istriku pun menyambutnya dengan senyum dan mengulurkan tangan sebagai tanda berkenalan.
"Katanya berdua,? kok cuma sendiri.?" tanya istriku pada gadis itu.
Kemudian gadis itu menceritakan kejadian yang menimpa sahabatnya sejak setelah menyanyikan lagu "Sahabat Pena" pada waktu itu.
Saat itu, dia dan sahabatnya bermaksud mengejar bis yang akan segera berangkat. Namun karena terlalu tergesa-gesa agar bisa sampai di dalam bis sebelum bis berangkat, tiba-tiba Nada terjatuh dan tertabrak sebuah mobil yang melaju kencang. Dan akhirnya Nada meninggal ditempat kejadian. Niatnya untuk mengais rizeki dengan mengamen disiang itu, berubah menjadi tragedi yang sangat memilukan. Dan keinginannya untuk selalu bernyanyi bersama pun terhenti sampai disitu. Karena trauma, ia pun berhenti bernyanyi untuk mengais rizeki. Dan baru beberapa hari ini, ia bermaksud memanfaatkan moment mudik lebaran untuk mengais rizeki dengan kembali mengamen.
Tak terasa, laju bis antarkota telah jauh berjalan. Gadis itu sampai lupa menarik receh dari para penumpang, karena menceritakan kejadian yang dialami sahabatnya. Aku sangat merasa iba mendengar ceritanya. Terlihat tetes air matanya mengalir, membasah pada wajah cantiknya. Begitu juga dengan dia sahabat pena-ku yang telah bersanding denganku kini. Ia pun merasa kasihan mendengar cerita gadis itu. Ku ulurkan sapu tangan pada gadis pengamen itu untuk menghapus air matanya.
Tanpa aku sadari, ternyata ada yang berubah dengan sikap mantan sahabat pena-ku, setelah ia melihat rasa perhatianku pada gadis itu. Semua itu terlihat dari sikapnya yang tadinya bersikap lembut, berubah jadi cemberut.
"Kamu cemburu dengan sikapku tadi.?" tanyaku setelah gadis pengamen itu melangkah agak jauh. Namun ia hanya diam tanpa menjawab pertanyaanku.*
Malam kian larut, suasana hening berselimut dingin. Sejak sampai rumah, hingga malam tiba, tak banyak kata yang terucap dari istriku. Senyumnya yang biasa mengembang, tak kujumpai hingga larut malam. Aku pun hanya diam, dan merenungi kejadian tadi siang di dalam bis. Aku tahu istriku tidak suka dengan sikapku tadi. Namun aku masih menunggu saat yang tepat untuk berbicara dengan istriku.
"Mas Ryan suka dengan gadis pengamen tadi,?" pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari bibir istriku membuatku terperanjat kaget. "Kalau Mas Ryan suka sama dia, aku ikhlas Mas menikahi gadis itu. Aku rela berbagi suami sama dia." lanjutnya.
Kutatap wajah Istriku lekat-lekat. Dibalik keikhlasannya, aku merasakan kepedihan yang dia rasakan.
"Subhanallah..., terima kasih Ya Allah... Engkau telah mempertemukan aku dengan seorang wanita yang begitu ikhlas mendampingiku." Aku hanya mampu mengucap syukur dalam hati setelah mendengar pernyataan istriku.
Dari lubuk hati yang terdalam, aku berjanji akan selalu menjaga keutuhan cinta dan rumah tanggaku, tanpa kehadiran orang ketiga. Aku sudah bersyukur mendapatkan istri yang sholehah yang dengan ikhlas mendampingiku.***
Hari-hari berikutnya, tak pernah kutemui lagi Gita, gadis pengamen itu. Gita Nada dalam bis antarkota, kini telah menjadi Gita tanpa Nada. Namun walau begitu, aku selalu berdo'a, semoga kebahagian selalu menyertai mereka. Walau Gita telah terpisah dengan Nada, semoga Gita Nada dapat di persatukan kembali dalam Syurga-Nya.
Amiin..
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar