Assalamu'alaikum Wr. Wb. .
Cerita di bawah ini diambil dari sebuah kisah nyata yang sebenarnya sudah lama saya tulis. Namun saya lupa untuk menerbitkannya.
Dan berhubung tadi di group chat WA ada yang membahas soal CINLOK, saya jadi ingat pernah nulis cerita ini.
Oke... Buat teman-teman yang tergabung dalam group chat tadi, jangan baper ya setelah membaca cerita di bawah ini. Cerita ini tak ada hubungannya dengan gosip cinlok yang tadi beredar. :-D
Selamat menikmati.
Eh, selamat membaca.
Judul: CINLOK
Karya: Djacka Artub
Bila senja telah menghantarkan malam, tak ada lagi yang mesti di sesali. Bukankah rembulan dan ribuan bintang akan hadir menghias malam?
Tuhan menciptakan siang dan malam silih berganti. Begitu 'pun dengan kehidupan manusia. Ada perasaan sedih, ada juga bahagia. Susah senang selalu mewarnai kehidupan manusia.
Awalnya aku tak mengira kisah cintaku bersama Fia akan berakhir dengan hubungan saudara. Kisah cinta yang telah terbina, pupus terputus karena janji yang nggedabrus. Tak pernah kusangka sebelumnya, Fia akan mempermainkan perasaanku ketika dirinya berada jauh dariku. Tak kusangka ia akan menghianati sendiri sebuah janji yang ia minta aku untuk mengucapkannya.
Di sebuah terminal bus antarkota, ia memintaku untuk berjanji menanti kedatangannya. Seperti sebuah kisah cinta remaja pada umumnya, janji setia terucap dengan genggaman tangan yang mesra.
Dengan disaksikan oleh keluarga dan juga para calon penumpang bus antarkota, dengan lembut ‘ku usap tetes yang membasah di wajah ayunya. “Gerah sekali, mas.” Ucapnya ketika aku mulai mengusap keringat di keningnya.
“Iya, Dik. Cuacanya panas sekali.” Jawabku sambil tak hentinya menatap cerah wajah cakrawala yang luas.**
Lambaian tangan mengakhiri perjumpaan kami waktu itu. Dan hal itu juga akan mengawali kisah cintaku dengan Fia melalui hubungan jarak jauh.
Surabaya – Samarinda memisahkan cinta. Laut jawa membatasi cerita bersama. Namun satu hati ingin saling memiliki.
Lewat pesan singkat kami berkirim surat, hati gelisah saat pulsa sekarat. Namun atas nama cinta, uang habis masuk kantong si penjual pulsa ‘pun, aku tak apa. Bukankah cinta itu butuh pengorbanan? Bukankah cinta itu perlu perjuangan? ‘Biarlah saat ini berjauhan. Suatu saat pasti akan duduk berdampingan di pelaminan.’ Itulah yakinku saat itu.**
Malam mulai larut pada gelap. Suara binatang malam bersahutan, mendendangkan lagu kebangsaan mereka. Cetar-gelegar bak petir yang menyambar-nyambar. Ingin kulempar phonsel yang kugenggam ke atas pagar. Sesuatu yang tak ku-ingin, ternyata datang menyiksa batin. "Aduh, Mir... Mati aku. Pacarku yang di sini mau melamarku." Pesan singkatnya waktu itu. Aku pun segera membalas pesan yang ia kirim."Ya diterima saja lamarannya.” Balasan pesan singkat dariku ini ternyata membuatnya murka dengan Mira, saudara sepupunya yang di surabaya. Fia menganggap Mira telah membocorkan rahasia penghianatan cinta olehnya. Mira yang tak tahu apa-apa, telah menjadi sasaran kemarahan Fia yang tanpa dia sadari sms-nya terkirim ke nomer hpku. Dan Mira ‘pun, segera meneleponku, dan bertanya ‘ada apa sebenarnya'. Aku pun menjelaskan sama Mira, tentang apa yang telah terjadi. Dan di saat itu pula, Mira juga bercerita jika sebenarnya Fia juga telah lama menjalin cinta dengan seorang pemuda anak kepala desa di kampungnya.
“Oh… jadi seperti itu…?” Gumamku, mengangguk-angguk sambil ngupil.
Kata maaf tak lagi berlaku bagiku. Sebuah penghianatan tak kan pernah ada toleransi. Itulah sifatku. Air mata darah biarlah meluah.
Kejam? Bagiku penghianatan lebih kejam dari kata maaf yang kuabaikan.
Waktu itu aku begitu murka dengan penantian yang dipermainkan. Namun apa boleh buat. Rizeki, jodoh dan mati adalah rahasia Illahi yang tak ada seorang pun dapat mengetahui kapan dan dari mana datangnya. Akhirnya aku sadar, dan aku memaafkan penghianatan itu. Tapi untuk kembali? Maaf. Hatiku sudah terisi oleh cinta yang lain. Cinta kasih tulus dari insan yang sejak lama menginginkanku. Namun aku tak tahu jika ia mencintaiku, karena dirinya menyembunyikan perasaannya dariku.
Hingga suatu saat aku mengetahui isi hatinya dari rasa perhatiannya terhadapku. Tapi karena ia tahu bahwa aku sudah ada yang memiliki, ia pun mengalah. Ia tetap menjadi sahabat yang baik bagiku.
"Terima kasih atas perhatiannya selama ini." Kataku di sela-sela acara bakar ikan bersama teman-teman komunitas.
"Memangnya baru sekarang kamu merasakannya?" Ia menjawab kata-kataku dengan pertanyaan yang tak pernah kuduga. Aku terdiam. 'Ku amati wajah cantiknya yang begitu polos dan anggun. Ternyata selama ini dia telah menaruh rasa terhadapku. Bahkan sebelum aku menjalin hubungan sama Fia. "Andai saja aku tahu semenjak dahulu,..." Ada rasa penyesalan yang bersarang dalam rongga hatiku.
"Woy...! Ikannya gosong, woy..!" Teriakan salah satu teman komunitas membuyarkan lamunanku.
"Wah, wah, wah ... Disuruh bakar ikan, malah membakar api asmara." Seloroh teman yang lain membuat suasana menjadi ramai oleh gurauan dan sindiran yang macam-macam.
"Uhuuiii... Ada bahan gosip yang baru nih." Sahut yang lain tak mau kalah.
"Cinlok... Cinlok...!" Yang lainnya pun saling menyahut dengan ledekan mereka masing-masing.
**----***
Senja mulai meremang menyambut malam. Wajah-wajah ceria mewarnai suasana malam. Riuh suara gamelan melantun mengiring sungkem kedua mempelai kepada orang tua.Di sudut ruang, seorang gadis dengan nanar mata menyembab, duduk terdiam menyendiri. Tak disentuhnya hidangan yang ada di hadapannya.
Perhelatan prosesi pernikahan dengan adat Jawa pun usai. Satu persatu tamu undangan secara bergilir memberi salam dan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Namun seorang gadis itu masih duduk terdiam. Ia tak beranjak dari tempat duduknya hingga semua tamu undangan sudah mulai sepi.
"Selamat ya. Semoga kekal dan bahagia." Ia berdiri dan memberiku ucapan selamat ketika aku mendekatinya.
Sebelum aku sempat berkata, ia 'pun pergi tanpa memberi ucapan selamat dan barjabat tangan dengan adik sepupunya, Mira. Mira 'pun mengejar Fia. Namun teriakan Mira tak dihiraukan oleh Fia. Ia pergi dengan hati yang berkecamuk, antara penyesalan dan dendam kebencian.
Ada rasa bersalah yang menjalar di hatiku. Sesal karena telah memecah persaudaraan. Sesal karena telah membuat Fia terluka. Dan aku pun menyesal, kenapa tidak dari dulu aku menjalin hubungan dengan Mira saja. Dengan begitu, pasti tidak akan ada yang terluka meskipun itu karena ulahnya sendiri. Namun semua aku kembalikan pada takdir. Takdir dan rencana Allah pasti lebih baik.
Aku dipertemukan dengan Fia agar aku bisa mengerti dan memahami begitu besar cinta dan kesetiaan Mira. Mira telah mengorbankan rasa cintanya karena ia tahu aku telah menjalin hubungan dengan saudaranya. Dan ia pun rela menyimpan rahasia Fia demi keutuhan hubunganku bersama saudaranya.
Manusia hanya berencana, namun Tuhan lah yang menetukan. Dan mungkin sms salah kirim itu termasuk juga rencana Allah yang akan mempersatukan dan men-takdir-kan aku berjodoh dengan Mira.
**---***
Dua tahun telah berlalu.
Di sebuah ruang bersalin, aku menunggui Mira yang sedang melahirkan anak pertama kami.
Setelah tiga jam menemani istriku, 'Puji syukur Alhamdulillah', kami dikarunia seorang anak laki-laki yang lahir dengan selamat. Aku pun keluar ruangan setelah persalinan usai.
Di depan ruang bersalin, Fia duduk bersanding dengan seorang pria. Ia memperkenalkan calon pendampingnya. Kami pun semakin akrab dengan pembicaraan, dan tak kulihat wajah kebencian pada Fia. Kali ini ia memberi ucapan selamat kepada kami atas kelahiran Putra kami dengan wajah cerah ceria.
CINLOK. Cerita cinta yang berbelok. Kisah perjalanan cinta yang berkelok-kelok, menjadi kisah cintaku pada dua wanita yang masih bersaudara.
* SEKIAN *
Tag: Cinlok, Bukan Cinlok Biasa, Cinta Yang Berkelok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar