Secangkir Kopi Yang Tertunda - Jejak Fiksionis Tuban
“Dan kopi tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya, karena dihadapan kopi kita semua sama”
Minggu, 20 Agustus 2017, dengan motor tuaku, aku melaju dari rumah menuju sebuah tempat yang telah kami janjikan. Ngopi bareng sambil melihat pernak-pernik dan pakaian adat yang dikenakan oleh para peserta karnaval di kecamatan Jatirogo. Sengaja saat itu aku berangkat lebih awal agar tak terperangkap oleh lautan manusia yang berjubel memadati jalan raya.
Terik mentari dan debu-debu jalanan tak menyurutkan niatku untuk menikmati secangkir kopi.
Ya. Secangkir kopi yang menginspirasiku untuk tetap berekspresi dan berkarya tanpa batas. Namun bukan secangkir kopinya yang membuatku nekat menerobos terik dan debu jalanan. Melainkan sebuah pertemuan. Pertemuan yang telah kami nanti dan janjikan untuk dapat bertemu bertatap muka serta berjabat tangan.
Jalanan Jatirogo saat itu masih lenggang. Secangkir kopi telah menemaniku dalam penantian. 'Ku buka kunci layar handphone, dan kukirimkan pesan singkat lewat media chatting pada salah seorang sahabat blogger yang ada di kecamatan Jatirogo. Dan melalui pesan singkat itu, akhirnya aku ada teman untuk ngobrol seputar blog dan menikmati secangkir kopi. Tanpa sadar, matahari sudah beranjak condong ke barat. "Ayo lihat karnaval." ajak mas Jeni. "Siapa tahu nanti kita bertemu dengan Mas Dino dan Mbah Joyo di sana." lanjutnya. Dan kami pun segera meluncur ke tempat tujuan.
Kang Dino dan Mbah Joyo adalah sahabat blogger dari kecamatan Bangilan.
Menerobos lautan manusia yang memadati trotoar, aku dan mas Jeni mencoba mencari tempat paling depan. Bukan cuma agar kami melihat para peserta karnaval lebih dekat, tetapi juga supaya wajah kami dapat terlihat dengan jelas. Haha...
Bukan, bukan,... Maksud saya supaya kalau ada Kang Dino dan Mbah Joyo, dapat melihat penampakan dari kami.
Ah ... Mentari pun semakin condong ke barat. Dalam keramaian alunan nada gamelan dan kentongan, serta hingar-bingar kemewahan busana para peserta karnaval, kutekuk wajah kekecewaan karena gagal dalam pertemuan. "Yo wes lah..." Kataku, kemudian aku pamit sama mas Jeni untuk pulang.**
Malam semakin larut. Di antara nyanyian binatang malam yang bersahutan, handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan WA masuk. "Posisi dmn cak? Aku di Jatirogo, sekarang." Pesan dari kang Dino. Aku perhatikan waktu pengirimannya, ternyata sedari siang tadi sewaktu aku masih melihat karnaval bersama mas Jeni.
Hikz.... Gegara batrei habis, secangkir kopi fiksionis tuban pun tertunda.***Kang Dino adalah seorang blogger yang sangat inspiratif. Banyak sekali artikel bermanfaat yang dibagikan dalam blognya. Selain hal-hal yang berkaitan dengan warta, banyak juga karya fiksi dan puisi yang tersaji pada blognya yang berlabel Blog 51.
Satu hal yang patut dibanggakan, bahwa kang Dino ini adalah seorang guru ngaji di sebuah pondok pesantren yang ada di kecamatan Bangilan, Tuban. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang sedikit langka tersebut, hehehe.... aku ingin bertemu dengan beliau. Bukan hanya sekedar ngopi bareng, tetapi juga ingin menimba ilmu kanuragan darinya supaya aku bisa ketularan pinter dan lebih inspiratif lagi. Haha
Meskipun seorang guru ngaji di sebuah pondok pesantren, kang Dino orangnya tetap asyik untuk diajak bercanda. Beliau tidak pernah membeda-bedakan dalam berteman.
“Dan kopi tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya, karena dihadapan kopi kita semua sama”
Sebait kalimat dari Mas Arif Punakawan ini sangat cocok untuk dijadikan pedoman. Bahwa ketika kita sedang berada dalam suatu wadah, (dalam hal ini Komunitas Blogger Tuban ), kita semua sama. Sama-sama blogger, sama-sama pencari inspirasi untuk dijadikan bahan tulisan meski tulisan kita tak sama. Dan meskipun kita berasal dari kalangan yang berbeda, tetapi tujuan kita sebagai blogger tetap sama. Yaitu berbagai pengalaman dan pengetahuan yang disajikan dalam sebuah tulisan.
Dan satu hal lagi, dengan kesibukannya sebagai guru ngaji di sebuah pondok pesantren dan keaktifannya dalam menulis, kang Dino Dino sudah menerbitkan beberapa buku hasil dari kreatifitasnya.
Nah, bagi sahabat pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh tentang beberapa tulisan yang dibagikan oleh kang Dino, sahabat bisa masuk di Blog 51.
Terkadang embun pagi selalu turun dikeheningan malam yang dingin. Meski dinginnya malam tak selalu menghadirkan embun. Namun meski tanpa embun, malam akan selalu indah untuk dipeluk. Hihi...
BalasHapusWalau pagi tak lagi berembun, namun pagi tak pernah meninggalkan keindahan dan kesejukannya pada para pujangga untuk mencari inspirasi pada secangkir kopi. Hahaha
HapusDitengah hingar bingar suasana suka duka, teriringi sahut-sahutan kumandang takbir. Penuh rasa silahturahmi kang djacka dan mas dino ini seperti duo penulis yang begitu cocok yang bisa berkolaborasi.
BalasHapusSelamat idul adha kawan...
Selamat hari raya idul adha, mas....
HapusYa, mudah2an suatu saat saya bisa berkolaborasi dengan Kang Dino untuk menulis karya fiksi. Hehehe
aminn...
Hapuswah, enak iki ngombe kopi karo kumpul2. kopine sing kenthel, mas ... supoyo iso melek. haha.
BalasHapusseneng liat slogan iki:
“Dan kopi tidak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya, karena dihadapan kopi kita semua sama”
koyo mbahas bab sedulur.
Wah ini sangat luar biasa seorang bloger yang juga guru ngaji di pondok pesantren
BalasHapussudah tak sabar ingin lihat blognya, semoga mendapatkan kesejukan di saat hati terasa kering dahaga gema kalam-Nya disana