"Sayang, ini nomor baru aku," di sela-sela istirahat siang yang tenang, tiba-tiba saja ada pesan singkat yang masuk dari nomor tak dikenal di ponselku. Tanpa memberikan kesempatan bagiku untuk melakukan tindakan apa pun, pesan singkat lanjutan segera menghampiri seperti angin lalu. "Sayang udah makan siang belum?" tanyanya dengan nada peduli.
Aku terdiam sesaat, mencoba mencerna maksud dari pesan yang baru saja kuterima dari nomor asing tersebut. Apakah ini salah kirim, ataukah ada niat tertentu di balik pengiriman pesan ini? Beberapa detik berlalu, dan aku merasa perlu untuk memberikan respons terhadap pesan tersebut.
Sebelum aku membalas pesan tersebut, aku memutuskan untuk menggali lebih dalam mengenai nomor yang baru saja mengirim pesan. Mungkin ada informasi atau petunjuk tentang siapa pengirim pesan ini yang tersimpan di memori ponsel atau melalui media sosial. Setelah beberapa menit mencari, sayangnya tak ada petunjuk yang jelas mengenai identitas si pengirim pesan.
Dengan rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi, aku akhirnya membalas pesan tersebut. "Halo, maaf. Sepertinya Anda salah mengirim pesan. Saya tidak mengenal Anda," jawabku dengan singkat dan sopan. Harapanku pesan singkat ini akan mengakhiri komunikasi yang tanpa sengaja terjalin.
Namun, nyatanya pesan tersebut justru memancing reaksi lain dari si pengirim pesan ini. Pesan demi pesan terus menghampiri layar ponselku, membawa berbagai macam topik yang lebih rumit dan mencengangkan. Dari sekedar pertanyaan mengenai kegiatan sehari-hari, hingga topik yang lebih pribadi semakin menyusup ke dalam percakapan singkat tersebut.
Dalam situasi yang penuh ketidakjelasan ini, tentu ada berbagai kemungkinan yang patut untuk dipertimbangkan. Pertama, apakah pengirim pesan ini seseorang yang aku kenal, yang sedang menyamar dan memiliki tujuan tertentu?
Kedua, apakah pengirim pesan ini memang orang asing yang ingin menjalin komunikasi atau relasi baru?
Dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan ini, supaya aku dapat membuat keputusan yang lebih bijaksana serta mengurangi resiko yang mungkin akan timbul.
"Kamu boleh lupa sama aku." Balasan pesan yang aku terima kemudian. "Tetapi aku tidak akan dan tidak mungkin melupakanmu meskipun kamu sudah memiliki pasangan." Lanjut pesan tersebut.
Aku kembali terdiam, mencoba mengingat dan mencari tahu siapa pengirim pesan ini. Karena selama ini tidak pernah ada seseorang yang begitu perhatian terhadapku, hingga mengingatkanku untuk makan siang. Bahkan istriku 'pun tak pernah mengingatkanku makan siang melalu pesan singkat. Biasanya istriku langsung video call ketika tiba saatnya aku istirahat siang.
"Gea?" Pikirku kemudian. Namun segera kutepis anggapan itu. Aku masih mempertimbangkan segala kemungkinan untuk segera membalas pesan singkat tersebut dengan menyebut nama 'Gea'. Aku takut jika yang berkirim pesan dengan nomor asing tersebut adalah istriku sendiri tetapi sengaja menggunakan nomor lain.
"Baiklah jika memang kamu sudah melupakanku," pesan susulan kembali masuk ketika aku masih dalam kebimbangan. "Namun aku minta kamu save nomer kontakku ini. Siapa tahu suatu saat kamu membutuhkan."
Jam istirahat masih tinggal beberapa menit lagi. Aku merebahkan badan pada selembar triplek yang biasa digunakan untuk istirahat beberapa pekerja. Pesan terakhir yang aku terima membuatku semakin penasaran.
'Baiklah jika memang kamu sudah melupakanku,' pesan susulan yang kembali masuk ketika aku masih dalam kebimbangan tersebut mengajukan pertanyaan besar dalam pikiranku: apakah benar pengirim pesan singkat tersebut adalah Gea? Dan apakah aku benar-benar sudah melupakan dia, ataukah hanya sementara waktu? Mengingat jelas betapa dulu kami begitu akrab satu sama lain, dan kebersamaan itu seakan menjadi kenangan yang sulit untuk hilang begitu saja.
'Namun aku minta kamu save nomer kontakku ini. Siapa tahu suatu saat kamu membutuhkan.' Pesan ini menambah kebingungan yang sedang kuhadapi. Mengapa dia masih ingin aku menyimpan nomor teleponnya? Perasaanku semakin campur aduk, antara rasa ingin kembali mempertahankan hubungan yang telah terjalin lama atau benar-benar melupakan dan menjalani hidup yang baru.
Setahun yang lalu aku memang bertemu dengan Gea di alam nyata. Berdasarkan kenangan yang muncul, beberapa tahun sebelumnya kami pernah saling akrab meski hanya lewat media. Namun, pertemuan pertama dan juga yang terakhir kami saat itu cukup menyakitkan, yang membuatnya memutuskan untuk menjauh dariku. Jauh-jauh dari Jakarta datang ke Surabaya dengan maksud hendak mencari dan ingin berjumpa denganku, namun pada akhirnya setelah bertemu justru aku membuatnya kecewa. Dan ia pun segera terbang kembali ke Jakarta setelah mengetahui bahwa aku sudah memiliki pasangan hidup.
Dalam menjalin hubungan memang perlu pertimbangan. Baik dari segi emosional maupun rasional, perlu dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan yang tepat dalam menjalin sebuah hubungan.
Sejarah hubungan kami mencerminkan betapa kompleksnya emosi manusia dalam menjalin hubungan. Dari perspektif sosial, faktor lingkungan dan teman-teman juga mempengaruhi hubungan yang terjalin. Terkadang, tekanan sosial menjadi faktor utama yang membuat seseorang menjauh dari orang yang pernah dekat dengannya.
Namun, tidak ada jawaban yang pasti mengenai apakah melupakan seseorang adalah langkah yang benar atau tidak. Semua kembali pada individu masing-masing, dan tentu ada berbagai alasan yang mendasari keputusan tersebut.
Begitupun dengan hubunganku bersama Gea. Faktor sosial yang membuatku merasa tidak percaya diri untuk mencari keberadaannya setelah aku kehilangan kontak dengannya pada saat itu. Aku hanyalah seorang kuli bangunan. Sementara Gea adalah anak konglomerat keturunan Tionghoa. Faktor itulah yang membuatku beranggapan bahwa dia yang sengaja menjauhiku. Sehingga aku pun berusaha untuk melupakannya dan mencari orang yang berstatus sosial sepadan.
Anggapanku keliru. Gea berharap aku mencarinya ketika ia menemui masalah yang menyebabkan kontaknya terblokir [bag:1]. Namun aku justru beranggapan lain.
Jam istirahat pun usai. Dan aku harus kembali beraktivitas sebagai pekerja proyek. Fokus mencari nafkah buat keluarga lebih penting daripada terus terjerumus pada kenangan yang muncul secara tiba-tiba karena sebuah pesan singkat.
***
Baca selengkapnya di
Bab 1 - Bab 2 - Bab 3 - Bab 4 - Bab 5 - Bab 6 - Bab 7 - Bab 8 - Bab 9 - Bab 10
Wah tampaknya si Gea mulai meneror akan memisahkan si Aku dan Istrinya wkwk
BalasHapusHehe,... Dan ending dari tulisan ini pun si penulis belum tahu. Apakah Tokoh aku akan tetap bersama istrinya, atau bersama Gea. Dan ataukah akan bersama keduanya. Wkwkwkwwkk
Hapus