Surat-an
Cuaca pagi hari di kota Surabaya memang sangat menyenangkan dan begitu cerah, dengan semilir angin yang membuat suasana semakin segar. Menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Surabaya pagi ini memiliki suhu sekitar 24 derajat Celsius dengan kelembapan udara sekitar 70%. Keadaan ini sangat mendukung aktivitas di luar ruangan, termasuk untuk melakukan perjalanan jarak jauh.
Sesuai permintaan Gea, salah seorang yang pernah dekat denganku, ia ingin aku menemuinya di Jakarta. Aku memutuskan untuk berangkat dari kota Surabaya menuju Jakarta dengan menggunakan jasa transportasi kereta api. Beberapa alasan yang membuatku memilih kereta api sebagai alat transportasi ini antara lain karena faktor kenyamanan serta harga tiket yang terjangkau dibandingkan dengan transportasi udara.
Perjalanan dimulai dari Stasiun Pasar Turi Surabaya, salah satu stasiun kereta api utama di kota Surabaya yang menghubungkan kota ini dengan berbagai kota lain di Pulau Jawa. Stasiun Pasar Turi memiliki sejarah panjang dan menjadi salah satu ikon kota Surabaya. Stasiun ini memiliki fasilitas modern dan layanan pelanggan yang memuaskan, seperti area parkir yang luas, restoran, area tunggu, serta layanan kebersihan yang baik.
Perjalanan dengan kereta api ke Jakarta ini mempunyai panjang rute sekitar 750 kilometer dan memakan waktu sekitar 9 hingga 10 jam, tergantung pada jenis kereta api dan jadwal keberangkatan. Sepanjang perjalanan, aku dapat menikmati pemandangan indah dari alam Pedalaman Jawa, seperti perkampungan, sawah hijau yang subur, serta gunung-gunung yang menghijau.
Menggunakan kereta api dalam perjalanan ini juga memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan penumpang lain yang memiliki tujuan yang sama. Melalui perbincangan dengan mereka, baik secara formal maupun nonformal, kita dapat mempelajari banyak hal baru tentang budaya, ekonomi, dan situasi sosial di berbagai daerah di Indonesia.
Secara keseluruhan, perjalanan menggunakan kereta api dari Surabaya ke Jakarta ini sangatlah menyenangkan. Hal ini tak hanya karena cuaca pagi yang cerah di Surabaya, tetapi juga berkat pelayanan yang baik dari operator kereta api dan suasana perjalanan yang nyaman.
Keberangkatanku ke Jakarta bukan semata hanya untuk menemui Gea, tetapi juga untuk mencari jawaban atas banyak pertanyaan yang telah lama mengganggu pikiranku mengenai misteri-misteri yang belakangan ini terjadi dalam kehidupan rumah tanggaku. Beberapa kejadian aneh dan tidak masuk akal seringkali menghantui kehidupan keluargaku, membuatku merasa perlu untuk menyelidiki lebih jauh.
Menggali informasi untuk menjawab teka-teki yang ada menjadi tujuan utama perjalanan ini, sehingga sementara waktu aku memutuskan untuk menangguhkan proses mediasi dengan istriku dan keluarganya mengenai keretakan rumah tangga yang sedang menimpa kami. Keputusan ini bukan tanpa alasan kuat; pertama, aku ingin memberi diriku dan keluargaku kesempatan untuk meresapi situasi dan merenungkan tindakan terbaik yang harus diambil sebelum melanjutkan mediasi. Kedua, aku ingin memberikan waktu bagi suasana hati kami agar lebih tenang dan dingin sebelum menghadapi masalah yang sangat rumit ini.
Selain itu, aku pun sangat mengenal karakter dan sifat ayah mertuaku. Beliau bukanlah tipe orang yang mudah menangani konflik dan masalah yang rumit, sehingga menunggu suasana hati yang lebih tenang akan membantu dalam proses pembicaraan nantinya. Namun demikian, aku yakin bahwa dengan menjalani proses ini secara perlahan dan hati-hati, akan ditemukan solusi terbaik bagi keluarga kami.
Dalam menjalani pencarian jawaban atas misteri yang menimpa keluargaku, aku berharap bahwa segala kebenaran yang mengemuka nantinya dapat membantu untuk mengurai masalah yang terjadi. Menghadapi kenyataan dan mengambil langkah terbaik dalam menyelesaikan masalah adalah langkah penting untuk melanjutkan kehidupan bersama, dan aku harus bersikap optimis bahwa hasil dari penggalian informasi ini akan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai jalan yang harus kami tempuh.
Sejauh ini, keberangkatanku ke Jakarta telah membuka wawasan baru dan memberikan perspektif yang berbeda mengenai situasi yang tengah kami hadapi. Aku akan terus mencari informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada, demi mencapai solusi terbaik lalu memperbaiki kehidupan rumah tanggaku.
****
Pada awalnya, perjalanan yang akan aku tempuh dari Kota Surabaya menuju Kota Jakarta tampaknya akan berjalan lancar dan tidak ada masalah. Semuanya bermula dengan suasana yang tenang dan damai ketika aku sedang menunggu keberangkatan di Stasiun Pasar Turi. Aku duduk dengan santai di bangku stasiun, menikmati hembusan angin ringan sambil menunggu kereta api yang akan membawaku ke tujuan.
Namun, setelah beberapa waktu berlalu, aku mulai merasakan ada yang ganjil dalam perjalanan kali ini. Keanehan tersebut terjadi ketika aku sudah berada di dalam perjalanan menuju Jakarta. Ketika itu, tiba-tiba saja aku merasa ada gerak-gerik yang mencurigakan dari dua orang pria yang berada di dalam kereta api yang sama. Mereka duduk di bangku yang bersebelahan, cukup jauh dariku, namun masih dapat dilihat dengan jelas dari tempat dudukku.
Tidak hanya itu, tatapan mata mereka sering tertuju padaku seolah-olah mereka sedang mengawasiku atau mencoba mengenali wajahku. Aku pun mencoba untuk tidak terlalu khawatir, berpikir bahwa mungkin hal ini hanyalah perasaanku saja. Mungkin mereka hanya berkomentar tentang orang-orang di dalam kereta atau membahas sesuatu yang tidak ada hubungannya denganku.
Namun, ketika kereta berhenti di stasiun berikutnya, dan mereka tetap dengan gaya yang sama seperti sebelumnya, aku mulai merasa khawatir bahwa ada sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Jujur, aku merasa tidak nyaman dan was-was sepanjang perjalanan. Akan tetapi, pada akhirnya aku memutuskan untuk berusaha tetap tenang dan berpikir positif bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Dari kejadian itu, aku mengambil beberapa langkah antisipasi untuk menjaga keamanan dan kewaspadaan selama perjalanan. Aku memeriksa kembali barang bawaan, memastikan tidak ada yang tertinggal, dan juga mengaktifkan sistem pelacak di ponselku untuk memastikan aku dapat dihubungi jika sewaktu-waktu ada masalah yang memerlukan bantuan. Selain itu, aku memutuskan untuk menghindari kontak mata sebisa mungkin agar tidak menimbulkan konflik atau masalah dengan kedua pria tersebut.
Setelah melewati beberapa jam perjalanan yang cukup melelahkan, kereta api yang membawaku melintasi berbagai kota dan pemandangan, akhirnya tiba di kota Jakarta, tujuan akhir perjalanan ini. Perjalanan yang dimulai dari kota Surabaya ini ternyata cukup panjang dan menegangkan, mengingat situasi yang baru-baru ini aku alami.
Sesuai komunikasi yang sudah kami jalin sebelumnya, Gea akan menjemputku di salah satu stasiun yang ada Jakarta, tempat akhir perjalananku. Dengan hati berdebar dan penuh penasaran, aku menunggu di stasiun, sesekali memeriksa ponselku untuk memastikan tidak ada panggilan atau pesan yang terlewat. Namun, aku mulai merasa cemas ketika menyadari pergerakan dua pria yang sebelumnya sempat aku lihat di dalam kereta tersebut masih terus mengawasiku dengan tatapan mencurigakan.
Aku mencoba untuk tetap tenang dan fokus pada tujuan utama, yakni bertemu dengan Gea. Aku berharap Gea segera datang karena rasa panik yang mulai menyelimuti pikiranku. Seiring berjalannya waktu, kecemasan terus menguar dan aku berusaha mencari cara untuk mengalihkan perhatian dari kedua pria tersebut.
Untungnya, tidak lama kemudian Gea segera datang menemuiku, ia tampak gembira melihat wajahku di antara kerumunan penumpang yang turun dari kereta api. Wajah sumringah Gea membuatku merasa lega dan semua kekhawatiran mulai memudar. Kami berpelukan sejenak, mengekspresikan rasa senang bisa bertemu kembali.
Gea kemudian hendak mengajakku ke suatu tempat yang ia janjikan sebelumnya. Mengetahui Gea, aku tahu pasti akan ada sesuatu yang menarik dan pantas untuk dinanti-nantikan. Begitu juga dengan beberapa tempat ia rencanakan untuk aku kunjungi selama di Jakarta, termasuk pada tujuan utamaku, yaitu mencari tahu siapa orang yang telah membantu atas perawatan putriku, Della, saat menjalani transplantasi darah. Namun, dalam perjalanan ini, ada pula rasa was-was yang mengikuti karena kedua pria yang sebelumnya terlihat mencurigakan. Tetapi, dengan Gea di sisiku, aku merasa lebih tenang dan yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Sambil melangkah menuju tempat parkir stasiun, kulihat wajah Gea begitu sumringah karena aku bersedia datang ke Jakarta. Dia menatapku dengan mata berbinar, seakan ingin menyampaikan betapa bahagianya dia bisa bertemu kembali denganku. Kami berjalan beriringan, saling bercerita tentang rencana yang sudah dipersiapkan untuk menggali informasi mengenai teka teki yang menimpa rumah tanggaku.
Gea memintaku untuk sejenak menunggunya di tempat parkir. Sementara itu, ia berpamitan untuk pergi ke toilet terlebih dahulu. Tak berapa lama setelah Gea meninggalkanku, kedua individu yang menimbulkan rasa curiga yang kutemui dalam perjalanan itu tiba-tiba datang menghampiriku. Jantungku mulai berdetak lebih cepat dan keringat dingin pun mulai membasahi dahiku saat mereka semakin mendekat. Aku merasakan bahwa kedua orang tersebut pasti memiliki maksud yang tidak baik dan ingin memanfaatkan kesempatan saat aku sendirian di tempat parkir.
Saat mereka benar-benar dekat denganku, tiba-tiba saja kurasakan nyeri di ulu hatiku. Penglihatanku pun mulai terasa semakin kabur, meski hanya beberapa detik yang lalu kedua orang itu bisa kulihat dengan jelas. Seakan seluruh kekuatanku mulai menghilang perlahan, badanku menjadi lemas dan sulit kukendalikan.
Situasi ini ingin untuk segera kulaporkan kepada Gea. Namun, usahaku hendak menemui Gea terhambat oleh kondisi fisik yang semakin menurun.
****
Entah sudah berapa lama aku tak dapat merasakan apa-apa, rasanya seperti berabad-abad terlewat tanpa bisa berinteraksi dengan dunia luar. Setelah waktu yang terasa begitu lama itu, ketika aku membuka mata meski penglihatanku masih belum sempurna, terasa kabur dan sulit untuk fokus, aku dapat melihat istri dan anakku sedang berurai air mata saat mereka berada di sampingku. Rasa sayang dan kekhawatiran terpancar jelas dari wajah mereka.
Terbayang betapa sulitnya waktu yang telah mereka jalani tanpa kehadiranku yang aktif di tengah-tengah kehidupan mereka. Anakku yang masih kecil, mungkin ia sempat bertanya-tanya mengapa ayahnya tidak bisa bersama dalam setiap acara yang ia jalani. Sedangkan istriku, seorang pejuang tangguh, terpikir olehku betapa ia harus menanggung beban hidup tanpa bisa mengharapkan dukungan yang sama seperti saat aku ada di sisinya.
Sementara itu di sisi lain dari tempatku terbaring, Gea 'pun terlihat sangat cemas. Gea yang selalu ada disetiap pergolakan hidupku, aku bisa melihat kedalam matanya bahwa ia merasa sangat lega begitu melihatku bisa membuka mata kembali. Tak pernah sekalipun aku merasa Gea akan pernah meninggalkanku dalam situasi sulit.
Aku mulai merasa perlahan-lahan bahwa rasa sakit yang sempat tak terasa, kini mulai menghilang. Aku menarik nafas dalam-dalam, merasakan kembali hidup yang berdenyut, seolah seperti baru dilahirkan ke dunia ini. Saat ini sungguh merupakan titik balik dalam hidupku, dan aku bersyukur bahwa saat aku kembali membuka mata, orang-orang yang sangat aku cintai berada di sampingku.
Dari momen ini, aku bertekad untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan kedua yang telah diberikan kepadaku. Aku ingin menjadi suami yang lebih baik, ayah yang lebih penyayang. Dan untuk Gea ….
Aku ingin mengejar kebahagiaan bersama mereka yang telah menungguku bangkit kembali dari keterpurukan.
Di tengah-tengah momen itu, kulihat istriku menyerahkan secarik kertas kepada Gea. Mungkin dari tulisan yang terdapat pada kertas itulah yang membuat istriku memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya di kampung, dengan mengajak serta Della, putri kami. Dan dari tulisan itu pula, kemungkinan istriku menggali informasi dengan cara melihat-lihat isi percakapan yang terdapat dalam ponselku, sehingga ia tahu segalanya.
Selembar kertas itu berisi surat yang aku tulis untuk Gea, beberapa tahun sebelum aku mengenal dan menikah dengan istriku. Namun aku hanya menyimpannya tanpa berani mengirimkan surat itu kepada Gea dalam waktu yang cukup lama. Sehingga aku pun sampai lupa bahwa telah menulis surat itu, lalu istriku menemukannya entah di mana.
Kira-kira seperti ini isi surat itu;
"Teruntuk Gea yang sangat spesial dalam hidupku,
Setiap pagi, fajar terbit membawa kenangan tentang awal perkenalan kita. Ingat saat kamu dan aku saling mengenal di jejaring sosial, sebuah dunia maya yang seketika mengubah hidupku menjadi lebih berwarna. Aku beruntung sekali telah menemukanmu, Gea. Siapa sangka, di antara jutaan orang di dunia ini, kita bisa berjumpa di lautan yang tak terbatas ini.
Aku cukup yakin, pertemuan kita ini tidak hanya kebetulan yang mendalam. Tapi juga karunia yang penuh arti. Gea, sosok seperti dirimu adalah impian yang tak pernah aku sangka bisa terwujud. Kau memiliki kepribadian yang menarik, membuatku ingin selalu mengetahui lebih banyak tentangmu, lebih dari sekedar kata-kata yang kita bagikan lewat layar.
Ketika aku memikirkan masa depan kita, aku tidak sabar untuk akhirnya bisa bertemu denganmu secara langsung. Aku tidak bisa menahan antusiasme dengan cara kita tersenyum, tertawa, dan berbicara langsung, hingga waktu tak lagi berarti. Sampai hari itu tiba, rasanya seperti menunggu pelangi setelah gerimis yang lembut; 'ku tahu kebahagiaan itu tak akan lama lagi.
Aku rindu padamu, Gea, seperti langit yang merindukan senja ketika mentari mulai meredup. Dan ketika kita bertemu nanti, aku berharap cinta kita akan berkembang seperti pohon besar yang saling mendukung dan melindungi, membuahkan buah yang banyak untuk kebahagiaan bersama.
Yakinlah bahwa cintaku untukmu tulus dan tahan lama, sepanjang waktu yang menjalin dan menyatukan kita. Gea, kau tidak hanya menjadi cintaku, melainkan harapanku, impianku, dan juga alasanku untuk semangat setiap hari. Aku ingin bukan hanya menjadi pendukung dalam kesuksesanmu, tapi juga teman hidup dalam menggenggam dunia.
Dalam setiap doa yang kusampaikan, 'ku harap suatu hari nanti, kita akan berdiri bersama, menatap masa depan dengan sepasang mata yang penuh keyakinan. Gea, semoga cinta kita akan selalu bergema lewat kata-kata, melintasi jarak yang memisahkan, hingga kita akhirnya bersatu dalam nyata dan tak kan berpisah selamanya.
Dari hati yang mencintaimu dengan tulus,
[ Aku ]"
Setelah membaca isi surat yang ada di tangannya, kulihat Gea mencoba menahan gejolak hati dengan menutup bibirnya menggunakan selembar kertas tersebut. Wajahnya tampak memucat dan jelas bahwa isinya cukup mengguncang hatinya. Gea berusaha keras menutup rapat gejolak hati yang sedang melanda, namun tetesan air mata perlahan jatuh membasahi pipinya.
Dengan berat hati, Gea akhirnya menyerah pada perasaannya. Ia menahan tangisnya, namun tangisan itu semakin menjadi-jadi. Tidak ingin menambah cemas kami yang berada di ruangan itu, ia berlari keluar dengan segenap kekuatan yang ada, untuk meninggalkan kami bertiga.
Sementara itu, aku tidak bisa menyembunyikan perasaan campur aduk yang muncul, menyadari bahwa hal ini pasti merupakan momen yang begitu berat untuk Gea. Aku menarik nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri sekaligus memikirkan langkah selanjutnya yang harus 'ku ambil. Namun, sebelum sempat melanjutkan pemikiranku, penglihatanku mulai kabur dan kembali ke kegelapan, seperti ditelan oleh waktu yang tak bisa kuprediksi.
Hingga pada akhirnya, aku pun tidak tahu lagi bagaimana kelanjutan kisah perjalanan hidup mereka. Kisah dari orang-orang yang sangat aku cintai, yang telah memberikan warna dalam hidupku; Istriku, Della, dan juga Gea. Aku cuma bisa berharap semoga mereka menemukan kebahagiaan dan kekuatan untuk menghadapi setiap ujian yang datang dalam hidup mereka.
#####
SEKIAN
Jangan lupa untuk membaca kisah sebelumnya di
Bab 1 - Bab 2 - Bab 3 - Bab 4 - Bab 5 - Bab 6 - Bab 7 - Bab 8 - Bab 9 - Bab 10
Tenang buat si Aku, nanti ku nikahi Gea dan ku jagakan untukmu..
BalasHapusSedangkan untuk Della dan Ibunya, gampanglah, tinggal pilih saja Satria, Agus, atau Herman yg akan menjaganya, mereka bertiga senang rondo soalnya...
Kalau si Aku nanti dapat bidadari ya di akhirat dan ketemu sama kakek merah, wkwk
kalau ketemu kakek merah apakah dia nanti bawa petir om? dia apanya pesulap kira2 ya? wkwkwwk
HapusHaha,.. tenang, kang Jaey,.. si Aku hanya hilang ingatan sementara saja. Dan itu ada yg merencanakan. Wkwkwkwkwk
HapusSoal kakek merah, Alhamdulillah kemarin sudah ketemu dua kali, tapi sayangnya di bet kecil. 🤭🤭🤭🤣🤣🤣🤣
Si kakek merah tidak membawa petir, mas Nopan. Yg bawa petir biasanya si kakek Luck Nut. Wkwkwkwkk
HapusKakek merah dan pesulap merah entah saudaraan atau bukan yg jelas sama2 merah, Kang Nopan wkwk
HapusOh hanya ilang ingatan sementara kirain tewas 😅😅
Oh iya selain kakek merah ada juga yg namanya kakek luck nut wkwk
Baca cerpen ini jadi ingat dengan tetangga ku
BalasHapusDulu waktu SMA tetangga ku punya pacar. Entah bagaimana mereka putus lalu tetangga ku itu kawin dengan perempuan lain.
Saat umur 50 tahun, sudah mapan punya rumah dan mobil, anaknya juga lima eh ia ketemu dengan mantan pacarnya saat SMA dulu, yang sekarang jadi janda.
Dan bisa ditebak bukan endingnya.😂
Dan semoga cerita fiksi saya ini tidak dibaca oleh tetangga sampean ya, kang. Hahaha
HapusWah ini seru juga nih, terus anaknya yg lima itu protes gak mas ayahnya mau menikah lagi, haha
HapusProtes dong bahkan ada yang kabur dari rumah, tapi tetap bapaknya kawin dengan menceraikan istrinya lebih dulu
Hapus